MODEL PEMIKIRAN RIFA’IYAH NGASEM NGAWINAN BANDUNGAN
LAPORAN MINI RISET
Mata Kuliah : Pengantar Studi
Islam (PSI)
Dosen Pengampu :M. Rikza Chamami, M.Si
Disusun Oleh :
Nurul Jannah (133911041)
Qurratul Umayyah (133911043)
Dikna Faradilla Khairunnisa
(133911072)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini,
kita mengetahui bahwa mayoritas penduduk indonesia beragama Islam. Tetapi,
walaupun mayoritas Islam, banyak masyarakat Islam yang mempunyai pemikiran yang
berbeda-beda sehingga melahirkan Ormas-ormas Islam. Karena perbedaan itu,
menimbulkan perilaku keagamaan dan sumber hukum yang berbeda-beda pula.
Aliran-aliran keagamaan banyak sekali
muncul di masyarakat khususnya Aliran Islam, agaknya ramalan Nabi Muhammad SAW
mengenai perpecahan ummatnya yang terbagi menjadi 72 golongan benar-benar
terjadi. Antara lain golongan Syiah, Khawarij, Mu’tazilah, Murjiah, Qadariyah,
Wahabi, Ahlu sunnah dan lain sebagainya, yang mana Aliran-aliran tersebut
tersebar diseluruh penjuru dunia mulai Indonesia sampai dengan negara adidaya
yaitu Amerika.
Diantara sekian banyak Aliran-aliran Islam yang masuk ke Indonesia, ada yang dianggap murtad dan ada yang tidak. Kebanyakan masyarakat menganggap Aliran tersebut murtad dan sesat karena keyakinan Aliran tersebut berbeda dengan mayoritas umat Islam pada umumnya. Seperti halnya alirang Rifa’iyah yang dibawa oleh KH. Ahmad Rifa’i bin Muhammad Marhum. Aliran ini tidak berbeda dengan Aliran terbesar di Indonesia yaitu NU (Nahdlatul Ulama) dalam segi tradisi karena mereka pun melakukan tradisi yang sering dilakukan oleh orang NU seperti halnya tahlilan, tingkeban, slametan dan talqin mayyit. Tetapi Aliran ini memiliki perbedaan yang mendasar dengan NU dan umat islam pada umumnya. Lantas apa sebenarnya yang mendasari KH Ahmad Rifa’i bin Muhammad Marhum selaku pendiri Aliran Rifa’iyah memiliki pandangan yang berbeda dengan kayakinan ummat Islam pada umumnya???. Maka hal ini akan di bahas pada bab selanjutnya.[1]
Diantara sekian banyak Aliran-aliran Islam yang masuk ke Indonesia, ada yang dianggap murtad dan ada yang tidak. Kebanyakan masyarakat menganggap Aliran tersebut murtad dan sesat karena keyakinan Aliran tersebut berbeda dengan mayoritas umat Islam pada umumnya. Seperti halnya alirang Rifa’iyah yang dibawa oleh KH. Ahmad Rifa’i bin Muhammad Marhum. Aliran ini tidak berbeda dengan Aliran terbesar di Indonesia yaitu NU (Nahdlatul Ulama) dalam segi tradisi karena mereka pun melakukan tradisi yang sering dilakukan oleh orang NU seperti halnya tahlilan, tingkeban, slametan dan talqin mayyit. Tetapi Aliran ini memiliki perbedaan yang mendasar dengan NU dan umat islam pada umumnya. Lantas apa sebenarnya yang mendasari KH Ahmad Rifa’i bin Muhammad Marhum selaku pendiri Aliran Rifa’iyah memiliki pandangan yang berbeda dengan kayakinan ummat Islam pada umumnya???. Maka hal ini akan di bahas pada bab selanjutnya.[1]
BAB II
LANDASAN TEORI
Secara
sosiologis, munculnya kelompok penganut KH. Ahmad Rifa’i di Kalisalak,
merupakan bentuk akumulasi dari isolasi kultural dari pemerintah dan seluruh
jajarannya termasuk Ulama. Di lain pihak, merupakan sosialisasi ajaran islam
yang dikemukakan dengan bahasa yang mudah di mengerti oleh kebanyakan orang
serta anjuran untuk mengikuti Ulama yang benar. Selain untuk menciptakan ikatan
kesetiaan antara guru dan murid, istilah ‘Alim ‘Adil dipakai juga sebagai
panutan dan yang harus ditolak. Dalam beberapa kitab yang ditulisnya, sering
kali ia juga menyebutkan sifat-sifat negatif yang dimiliki oleh orang yang
disebut sebagai ‘Alim ‘Adil.
Komunitas yang
dibangun di Kalisalak itu banyak terdapat
santri yang berasal dari luar daerah.mereka ini lah yang selanjutnya
menjadi agen penyebaran paham Rifai’yah di berbagai daerah. Hal ini terlihat
pada aktivitas para santri generasi pertama yang dapat di jelaskan sebagai
berikut :
Pertama, Kiai
Abu Hasan yang dianggap sebagai murid generasi pertama, menyebarkan ajaran Rifa’iyah di wilayah Wonosobo dan berhasil
mengembangkan ajaran ini pada beberapa kecamatan di sekitarnya. Selain itu, ia
juga di pandang berjasa mengembangkan ajaran ini di Kabupaten Purworejo yang
meliputi beberapa kecamatan.
Kedua, Kiai
Ilham. Ia berasal dari dari Kalipucang Batang. Ia ke pesantren Kalisalak dan
belajar beberapa ilmu keislaman seperti Ul
al-dn, Fiqh, dan Tasawuf. Dialah yang dianggap sebagai mediator untuk menyapaikan
ajaran Tarajumah di berbagai wilayah
seperti Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal dan Brebes.
Ketiga, Kiai
Muhamad Tubo. Ia di pandang sebagai penyebar ajaran Rifa’iyah di wilayah
Kendal.
Keempat, Kiai
Muhrrar. Ia berasal dari Ambarawa dan dipandang sebagai pendiri pesantren di
daerah Ngasem dan setelah pesntren itu di bubarkan oleh Belanda, ia pindah ke
Purworejo dan disana ia mendirikan pesantren di kecamatan Mbayan.
Kelima, Kiai
Maufura bin Nawawi. Berasal dari wilayah sekitar Kalisalak dan di pandang
sebagai penyebar ajaran Rifai’yah di wilayah Limpung Batang. Kepopulerannya ini
kemudian dilanjutkan oleh murid-muridnya seperti Kiai Hasan Mubari dan
Marhaban.
Keenam, Kiai
Idris. Ia juga merupakan generasi pertama bersama-sama dengan Kiai Muhammad
Tubo, Kiai Abdul Hamid (Mbah Hadits), dan Kiai Abdul Halim dan Kedungwuni
Pekalongan. Ia dipandang sebagai penyebar ajaran tarajumah di wilayah Jawa Barat, khususnya di daerah Sukolilo kabupaten
Indramayu. Disinilah ia mendirikan pesantren dan mengajarkan ajaran Tarajumah bersama-sama dengan kakaknya,
Kiai Kayin.
Dari gambaran
mengenai keberadaan murid generasi pertama serta generasi berikutnya yang di
miliki kegiatan yang menyebarkan ajaran Rifa’iyah, terlihat adanya kondisi timbal
balik antara semangat yang dimiliki oleh para ulama Rifa’iyah dengan para
pengikutnya. Dengan demikian ada semacam karakter dari para pengikut KH. Ahmad
Rifa’i organisasi yang berbeda dari karakter pengikut organisasi keagamaan
lainnya. Terdapat suasana emosional yang besar di kalangan mereka karena adanya
momentum yang cukup penting dalam perjuangan tokoh sentralnya, yaitu pengadilan
Hindia Belanda dan akhirnya pembuangannya ke Ambon karena dianggap melanggar undang-undang
politik. Kondisi ini berbeda dengan organisasi keagamaan lain seperti NU dan
Muhamadiyah yang pemimpinnya tidak mengalami nasib tragis. Bagi kalangan
Rifa’iyah, sosok Ahmad Rifa’I adalah segala-galanya, sehingga ikatan social
yang muncul dalam komunitas ini sedemikian kuatnya. Hal ini terlihat pada
setiap pengajian Rifa’iyah yang senantiasa memperoleh dukungan dari sesame
warga Rifa’iyah meskipun berjauhan tempatnya. Tidak jarang terjadi pengajian
yang pengunjungnya dating dari berbagai kota di wilayah Jawa Tengah seperti
Wonosobo, Batang, Pekalongan, Pati, Temanggung, dan Semarang.
BAB III
KONDISI LAPANGAN
A.
PROFIL ORGANISASI
Berbicara
mengenai pemikiran seorang tokoh, tidak dapat lepas dari kondisi sosio-kultural
yang melingkupi kehidupan masyarakat pada zamannya. Demikian pula sejarah hidup
tokoh yang satu ini, KH. Ahmad Rifa’i sebagai seorang intelektual muslim
Indonesia abad 18 yang gigih dalam memperjuangkan nilai-nilai islam di tanah
Jawa (khususnya Jawa Tengah) tidak lepas dari social culture pada saat itu..
KH. Ahmad Rifa’i
dilahirkan di desa Tempuran yang terletak di sebelah selatan masjid agung
Kendal pada 9 Muharam 1208 H/ 1786 M dan meninggal pada usia 84 tahun har ahad
6 Rabi’ul Akhir 1286 H/ 1870 M. Ayahnya bernama Muhammad Marhum, anak seorang
penghulu landeraad Kendal bernama RKH. Abu Sujak alias Sutowidjojo. Ayahnya
meninggal ketika ia masih berumur 6 tahun, kemudian ia diasuh oleh kakak
iparnya bernama KH. Asy’ari, seorang ulama terkenal di wilayah Kaliwungu, yang kemudian
mendidikya dengan ilmu-ilmu agama. Jadi ia merupakan keturunan bangsawan
sekaligus ulama, sehingga secara tidak langsung lingkungan yang agamis sudah ia
rasakan mulai sejak kecil. Selain itu akses untuk belajar agama sejak dini juga
sangat memungkinkan baginya.
Ketika KH.
Ahmad Rifa’i mencapai usia 30-an, yaitu sekitar tahun 1816 M, ia memutuskan
untuk menunaikan ibadah haji dan menuntut ilmu di Makkah. Ia menghabiskan waktu
selama delapan tahun untuk memperdalam ilmu agama yang telah ia pelajari sebelumnya
di tanah air. Selama disana, ia banyak berguru kepada syaikh-syaikh yang
masyhur pada wakt itu, di antaranya; syeikh Abdurrahman, syeikh Abu Ubaidah,
syeikh Abdul Aziz, syeikh Utsman, syeikh Abdul Malik serta syeikh Isa
al-Barawi. Di antara pengikutnya juga ada yang meyakini bahwa ia meneruskan
belajarnya ke Mesir selama dua belas tahun dan berguru kepada syeikh Ibrahim
al-Bajuri.
Ketika KH.
Ahmad Rifa’i telah beberapa lama tinggal di Makkah beliau berjumpa dengan KH.
Nawawi al-Bantani dan KH. Muhammad Kholil dari Madura. Mereka sering berdiskusi
tentang keadaan tanah air yang sangat memprihatinkan terutama dalam hal
pendidikan Islam. Sewaktu pulang ke tanah air, ketiga ulama ini bertemu di atas
kapal dan membicarakan bagaimana cara untuk mengentaskan umat dari belenggu
kebodohan. Dalam diskusi itu, mereka menetapkan, bahwa mereka berkewajiban
menyusun kitab memakai metode yang sesuai dengan kondisi masyarakat setempat
dan sesuai dengan keahlian masing-masing. Syeikh Nawawi menterjemahkan teologi (ushuluddin),
Syeikh Ahmad Rifa’i menterjemahkan fikih, dan Syeikh Kholil menterjemahkan
tasawuf.
Tetapi KH.
Ahmad Rifa’i tidak hanya mengerjakan apa yang telah disepakati bersama, karena
setelah sampai di kampung halaman ia segera mengarang berbagai kitab yang tidak
hanya terfokus pada masalah fikih, namun menyangkut seluruh problematika permasalahn umat.
Adapun dalam
hal pemberdayaan serta pembinaan umat, maka yang pertama beliau lakukan adalah
usaha untuk merubah pemahan dan pengalaman Islam di tanah air yang dianggap
telah menyimpang dari ajaran Islam murni, karena bercampur dengan khfarat dan
syirik. Beliau berusaha meluruskan kepercayaan yang telah menyimpang tersebut,
dan mengembalikannya kepada rel yang benar, yaitu al-Qur’an dan Hadits. Usaha
inilah yang menjadikan beliau disebut sebagai seorang reformis Islam. Selain
itu, beliau juga dikenal sebagai seorang revivalis, karena upayanya untuk
memperkuat kembali kepercayaan Islam, untuk menghadapi pembaharuan
sosial-politik di bawah pemerintahan kolonial. Unsur revivalis ini juga
tercermin dalam kecamannya terhadap para pejabat saat itu yang dianggap
mempunyai gaya hidup seperti orang kafir (Belanda), yaitu dengan kebiasaan
mereka mengadakan pertunjukan wayang, main gamelan, berjudi Dan lain
sebagainya. Apa yang dilakukan KH. Ahmad Rifa’i tersebut jelas merupakan usaha
pemurnian penghayatan agama atau yang lebih dikenal dengan gerakan
revivalisme.
BAB IV
ANALISA LAPANGAN
Berdasarkan hasil wawancara dari salah satu
pengurus aliran Rifa’iyah di desa Ngasem ngawinan Bandungan. Ngasem ngawinan
sendiri mempunyai 7 dusun yang mayoritas alirannya adalah Rifa’iyah. Induknya
ada di ngawinan sendiri sedangkan pusatnya berada di Kalisalak Batang.
Kami mendapat
informasi dari beliau bahwa aliran Rifa’iyah meyakini bahwa rukun islam itu
hanya ada 1 yaitu Syahadat. Karena menurut mereka syarat orang islam itu hanya cukup
dengan mengucap syahadat saja. Sedangkan yang lainnya sholat, zakat, puasa,
haji adalah suatu kewajiban yang dijadikan pelengkap dari rukun Islam. Fenomena
ini sangat berbeda dengan umat Islam pada umumnya, yang meyakini rukun Islam
itu ada lima yaitu syahadat, sholat, zakat, puasa dan haji bagi yang mampu.
Kemudian tentang masalah kitab – kitab yang dipakai pedoman beragama anggota rifa’iyah itu sebenarnya sama dengan Islam pada umumnya misalnya NU. Tetapi disini yang berbeda kitab itu diterjemahkan oleh KH. Ahmad Rifa’i dengan menggunakan bahasa Jawa, hal ini bertujuan agar umat islam khususnya di jawa mudah memahaminya. Disini kitab – kitab nya yang dipakai sebagai pedoman menjalankan perilaku kegamaan itu dipisah – pisah. Misalnya kitab nikah, kitab sholat, kitab haji dan lain – lain kitabnya disendirikan sedangkan kalau umat Islam pada umumnya digabung jadi satu dalam Fikih, aqidah dan sebagainya, dan itu semua dengan menggunakan bahasa jawa tetapi tertulis dengan huruf “Arab Pegon”
Kemudian tentang masalah kitab – kitab yang dipakai pedoman beragama anggota rifa’iyah itu sebenarnya sama dengan Islam pada umumnya misalnya NU. Tetapi disini yang berbeda kitab itu diterjemahkan oleh KH. Ahmad Rifa’i dengan menggunakan bahasa Jawa, hal ini bertujuan agar umat islam khususnya di jawa mudah memahaminya. Disini kitab – kitab nya yang dipakai sebagai pedoman menjalankan perilaku kegamaan itu dipisah – pisah. Misalnya kitab nikah, kitab sholat, kitab haji dan lain – lain kitabnya disendirikan sedangkan kalau umat Islam pada umumnya digabung jadi satu dalam Fikih, aqidah dan sebagainya, dan itu semua dengan menggunakan bahasa jawa tetapi tertulis dengan huruf “Arab Pegon”
Selanjutnya pengaijan
di dalam aliran Rifa’iyah, sistemnya dibacakan lalu langsung dijelaskan
mengenai isi dari kitab tersebut. Tidak memberi makna gandul seperti yang
dilakukan orang islam pada umumnya karena kitab mereka berbahasa jawa tapi
dengan tulisan arab Pegon.
Mengenai
bahasan shalat jum’at, aliran Rifa’iyah meyakini bahwa boleh meninggalkan
shalat jum’at jika di luar lingkungan atau daerah tempat tinggalnya. Karena
menurut mereka, Sholat Jum’at itu wajib dijalankan 3 kali berturut-turut di
tempat yang sama (tempat tinggal) mereka. Misalnya saja Jika mereka sudah 2
kali Sholat Jum’at di tempat tinggal mereka, lalu lain hari jum’at mereka
berada di luar lingkungan mereka, maka mereka tidak wajib Sholat Jum’at. Dan di
dalam melaksanakan shalat jum’at harus ada yang menguasai dan dapat dipercaya
(memenuhi rukun dan syarat sholat Jum’at), tapi jika salah satu ada yang tidur
maka semuanya tidak sah shalatnya.
Sedangkan
mengenai soal pernikahan, untuk saksi nikah harus orang yang benar-benar alim
(kecil kemungkinan dosanya). Dan di Rifa’iyah sendiri untuk saksi nikah, ada
orang khusus yang bertugas untuk menjadi saksi nikah dan yang dibolehkan hanya
orang-orang itu saja. Kemudian jika ada non Rifaiyah menikah dengan orang
Rifa’iyah harus di syahadat lagi. Dan Jika sudah menikah dengan menggunakan
saksi orang umum, maka harus mengulang pernikahannya dengan menggunakan saksi
yang di tunjuk pihak rifaiyah.
BAB V
KESIMPULAN
·
Nama Rifa’iyah diambil dari pendirinya yaitu KH. Ahmad Rifa’i.
aliran Rifaiyah sendiri mengenai ibadah-ibadaahnya sama dengan NU.
·
Orang Rifaiyah meyakini kalau rukun islam ada 1 yaitu syahadat
·
Kitab yang di pakai menggunakan bahasa jawa dan dengan menggunakan
tulisan arab pegon
· Rifa’iyah meyakini bahwa boleh meninggalkan shalat jum’at jika di
luar lingkungan atau daerah tempat tinggalnya, karena menurutnya Sholat Jum’at
wajib dilakukan 3 kali berturut-turut di lingkungan yang sama atau tempat
tinggal mereka. Dan didalam melaksanakan shalat jum’at harus ada yang menguasai
dan dapat dipercaya (memenuhi rukun dan syarat sholat Jum’at), tapi jika salah
satu ada yang tidur maka semuanya tidak sah shalatnya.
·
Persoalan pernikahan, untuk saksi nikah harus orang yang
benar-benar alim (kecil kemungkinan dosanya).Biasanya pihak Rifaiyah sudah
menunjuk Saksi khusus
·
Orang yang non rifaiyah yang menikah dengan orang rifaiyah harus di
syahadat lagi, dan harus mengulang pernikahannya dengan menggunakan saksi yang
di tunjuk pihak rifaiyah.
DAFTAR PUSTAKA
Djamil, Abdul. 2001. Perlawanan Kiai Desa. Yogyakarta: LkiS
November 2014 pukul 11:24
LAMPIRAN
Lampiran 1
BIODATA MAHASISWA
1.
NAMA :
Nurul Jannah
NIM : 133911041
TTL : Jepara, 08
september 1995
NO.HP :
085727477107
2.
NAMA : Qurrotul
Umayyah
NIM : 133911043
TTL : Kudus,
22 Mei 1996
NO. HP :
085741647659
3.
NAMA : Dikna
Faradilla Khairunnisa
NIM : 133911072
TTL :Brebes,
24 Mei 1996
NO. HP :
085742913942
BIODATA NARASUMBER
1. Nama :
Khadaro
Keterangan :
Sekertaris Rifa’iyah Ngasem Ngawinan Bandungan Semarang
2. Nama :
Ifa
Keterangan :
salah satu santri PonPes aliran Rifai’yah
3. Nama :
Aulia Silfa
Keterangan :
Aggota Aliran Rifaiyah
Lampiran 2
Foto ketika selesai mewawancarai narasumber I
Foto ketika selesai mewawancarai narasumber II
Salah
satu contoh kitabnya (mempunyai ciri sampul hitam polos semua)
Foto
Isi dalam kitabnya. Sebenarnya sama saja dengan kitab-kitab yang dianut islam
NU pada umumnya.. hanya saja, kitab ini di bahasa jawakan seperti foto berikut
Dan
jika pada umumnya lafadh tanbihun ditulis dengan tulisan biasa (hitam).
Namun, pada kitab ini yang membedakan adalah warna tulisannya merah. Hal ini
bertujuan untuk memperjelas, karena itu catatan.
[1]http://abdulrahimsaleh.blogspot.com/2010/11/aliran-rifaiyah.html
di akses tanggal 24 November 2014 pukul 11:24
Yang sesat anda apa aliran rifa'iyah
BalasHapusAssalamualiakum wr wb.
BalasHapusKpd admin blog yg terhormat
To the point aja ya...
Yang sesat yg ga mau mengajarkan syariat islam...
Waallahu'alam...
Kita semua ga ada yg tau...
"Tidak cuma 1 jalan menuju roma"
Semua aliran agama islam mengajarkan cara bagaimana manusia bisa kembali ke tempat pertama diciptakan (syurga) dan bertemu dengan Dzat yg menciptakan kehidupan.
Ntah itu NU, Muhammadiyyah, Rifa'iyah, LDII, dsb. Selama masih berpegang kuat pada al qur'an dan hadist yg sohih, serta ijma dan qiyyas. InsyaAllah ga ada masalah.
Jangan mengintimidasi aliran tertentu, para pendirinya juga lebih melegenda, dan pendidikan agama islam nya ga diragukan lagi, sebagian ulama seperti itu. Mereka tidak cuma berguru dengan 1 orang dan 1 negara, semua ulama yg bisa merikrut banyak
Pengikut merupakan ulama yang hebat. Bukan orang sembarangan, sekali lagi anda jangan langsung memutuskan bahwa aliran tsb sesat, mereka juga punya pedoman yg sangat jelas teetulis di Al Qur'an surat An Nisa ayat 13. Darisitulah KH.Ahmad Rifai menyimpulkan bbahwa rukun islam 1 boleh, klo di amati di jaman sekarang, banyak orang tidak puasa, tidak sholat, tidak zakat, haji ga pernah ada niatan. Tapi kalo meninggal tetap di rawat secara islam kan ? Coba deh mikir kesitu sis... sedangkan rukun itu syarat, syarat itu wahib di penuhi ...
Coba klo udah sayahadat tapi ga mau sholat ga mau puasa ga mau zakat apalagi haji ..
Apakah udah terpenuhi semua syarat nya ? Belum kan ? Kalo belum lengkap apakah sudah sah ? Belum juga kan...
Jadi kesimpulanya.. jangan langsung memutuskan klo aliran tsb adalah aliran sesat, semua punya pedoman masing-masing, tergantung individunya untuk masuk dan menganut aliran mana (Rifaiyah, Nu, Muhammaddiyah) saya ingatkan lagi, "Bukan cuma ada 1 jalan menuju roma" bukan cuma ada 1 jalan untuk menempuh ke syurga, ormas/aliran di agama islam khususnya di i ndonesia, itu hanyalah sebagai media penyampaian syariat islam. Syariat islam ditegakan untuk apa ? Hanya untuk mendidik manusia, mengembalikan manusia ke jalan yg lurus, menuntun ke arah kebaikan, menuju syurga, bertemu sang Khaliq. Ingat itu...
Matengin dulu ilmu toleransi anda, jangan asal tuduh sembarangan,..
Yang terpenting kan ga merugikan anda dan ga bikin masalah hukum apapun dinegara.
Semoga Allah mengampuni anda semua yg menganggap aliran Rifa'iyah itu sesat, aliaran Rifai'yah, ajaran Rifa'iyah dan Pendiri ajaran Rifa'iyah itu bukalan sesat.
Hanya masing-masing manusianya yg mau apa tidak menjalankan syariat islam yg sudah di dapat. Yg muhammadiyah... lanjutkanlah sebagiamana guru mengajarkan
Yang NU juga... lanjutkanlah sebagaimana guru mengajarkan
Yg Rifaiyah teruskanlah sebagaimana guru memberi fatwanya.
Kita semua tetap saudara seiman seagama senegara.
Hormatilah dan toleranlah, hanya Allah yg maha mengetahui lagi maha bijaksana.
Cukup sekian...
Wassalamualaikum.
Ralat
BalasHapusSebagian besar ulama
Jangan diem-diem bae min
BalasHapusJawab noh komentar-diatas !!